Cerita hari ini,cerita???_ah
bukan!!! Bukan cerita melainkan musibah. Musibah hari ini berawal ketika aku
hendak mengisi perutku. Perut yang sejak pagi terus saja bernyanyi. Ingin makan
tapi makanan belum ada yang tersaji. Tante Mina yang selama ini menyiapkan
makanan untuk penghuni rumah ini sedang tidak ada di rumah. Dia sedang
berkunjung ke rumah keluarganya untuk beberapa hari. Aku sangat kelaparan.
Indomie yang masih terletak
rapi di dalam kardusnya sama sekali tak berhasil menggodaku. Aku masih mencari
penjanggal perut yang lain. Tiba-tiba mataku menangkap benda berwarna coklat
berbentuk elips. Telur ayam! Itulah dia. Benda yang beberapa hari ini
kuinginkan namun belum mampu kuraih. Ternyata itu baru saja dibeli dari toko
depan kompleks.
Aku langsung mengambil telur
dan bergegas menuju dapur. Setelah jariku memutar panel kompor ke arah kiri
apinya pun berkobar. Kuletakkan wajan diatasnya lalu kutuangkan minyak di
dalamnya. Tak berselang begitu lama minyaknya pun telah panas, lalu kuretakkan
cangkang telur itu dan kutuangkan isinya ke dalam minyak panas. Suara gemercik
minyak terdengar memecah keheningan di dapur.
Satu persatu telur itu matang
tergoreng oleh minyak. Lalu aku menghidangkannya dengan piring kecil berwarna
putih di atas meja. Sphageti hasil rebusan sebelumnya masih terletak segar di
atas meja. Sayang rasanya jika itu harus terlewatkan. Cukup menambahkan saus
pasta di atasnya maka ia akan menjadi makanan yang sedap_marsadap.
Aku kembali ke dapur. Kutuang
minyak panas sisa penggorengan telur tadi ke dalam mangkuk. Minyak masih
terlalu panas. Saking panasnya, minyak itu masih mengeluarkan suara anehnya_*isssss*_.
Aku menuangkannya dengan sangat hati-hati khawatir akan mengenai tubuhku.
Setelah semuanya tertuang aku menggantinya dengan minyak baru.
Letak mangkuk minyak panas itu
terlihat berbahaya. Berada di ujung meja dapur yang rentan jatuh. Tak ada
sedikitpun terlintas dalam benakku bahwa mangkuk itu akan meledak. Dengan
santainya aku mengangkat mangkuk itu dengan kedua tanganku tanpa berlapiskan
kain pelindung. Baru berjarak 5 cm dari tempat awalnya tiba-tiba terdengar
suara retakan dan akhirnya_*bbomm*_ mangkuk itu meledak dan jatuh ke lantai.
Minyak yang ada di dalamnya melumasi semua jari tangan kananku. Paha kanan dan
paha kiriku juga tak dapat terhindar dari jipratan minyak itu. Aku melompat-lompat
keperihan. Tanganku spontan bergerak mengikuti gerakan SUJU_*Mr. Simple*_.
Suaraku terus saja menyuarakan keperihanku_*pedis,panas,perih*_. Aku berlari
menuju kamar mandi. Kubasuh tangan dan kedua kakiku dengan air lalu kuoleskan
pasta gigi di permukaannya. Bukan mengurangi perihnya melainkan menambahnya.
Perihnya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir namun terasa baru dimulai.
Aku meringkus diriku di dalam
kamar seorang diri. Meringis kesakitan dan terus meringis. Tradisi tetaplah
tradisi. Ketika kesakitan aku pasti mengadu pada ibu. Handphonku tak dapat
kujangkau. Bergerak dari tempat tidur adalah satu-satunya cara untuk meraihnya tetapi
kedua kakiku sangat sulit untuk digerakkan. Sedikit saja digerakkan maka akan
meningkatkan tensi perihnya. Setelah beberapa menit berjuang akhirnya aku mampu
menggenggamnya. Beruntung tangan kiriku tak terlumas_i minyak panas sehingga
aku masih memiliki tools cadangan untuk bisa menekan keyboard handphone selain
tangan kananku.